Kamis, 11 Juni 2015

TEKS, KO-TEKS, DAN KONTEKS


TEKS, KO-TEKS, DAN KONTEKS

A. TEKS
Banyak orang mempertukarkan istilah teks  lebih dekat pemaknaannya dengan
bahasa tulis, dan wacana pada bahasa lisan (DedeOetomo, 1993:4 ). Dalam tradisi tulis, teks bersifat monolog noninteraksi, danwacana lisan bersifat dialog interaksi. Dalam konteks ini, teks dapat disamakan dengan naskah, yaitu semacam bahan tulisan yang berisi materi tertentu, seperti naskah materi kuliah, pidato, atau lainnya. Teks adalah esensi wujud bahasa. Dengan kata lain, teks direalisasi (diucapkan) dalam bentuk wacana. Mengenai hal ini Van Dyk mengatakan bahwa teks lebih bersifat konseptual. Dari sinilah kemudian berkembang pemahaman mengenai teks lisan dan teks tulis.
Sedangkan teks adalah bahasa yang berfungsi, maksudnya adalah bahasa yang sedang melaksanakan tugas tertentu (menyampaikan pesan atau informasi) dalam konteks situasi, berlainan dengan kata-kata atau kalimat-kalimat lepas yang mungkin dituliskan di papan tulis. Bentuknya bisa percakapan dan tulisan (bentuk-bentuk yang kita gunakan untuk menyatakan apa saja yang kita pikirkan). Hal penting mengenai sifat teks ialah bahwa meskipun teks itu bila kita tuliskan tampak seakan-akan terdiri dari kata-kata dan kalimat, namun sesungguhnya terdiri dari makna-makna. Memang makna-makna atau maksud yang ingin kita sampaikan kepada orang lain haruslah dikodekan dalam tuturan lisan atau kalimat-kalimat supaya dapat dikomunikasikan.
Teks merupakan produk, dalam arti bahwa teks itu merupakan keluaran (output) ; sesuatu yang dapat direkam atau dipelajari (berwujud). Teks juga merupakan proses, dalam arti merupakan proses pemilihan makna yang terus-menerus, maksudnya ketika kita menerima atau memberi informasi dalam bentuk teks (lisan atau tulis) maka tentunya di dalam otak kita terjadi proses pemahaman (pemilihan makna) terhadap informasi tersebut, jangan sampai terjadi kesalahpahaman. Adapun kriteria teks sebagai berikut.
1.      Kohesi: kesatuan makna
2.      Koherensi: kepaduan kalimat (keterkaitan antarkalimat)
3.      Kriteria yang bersifat eksternal teks:
Ø  Intertekstualitas: setiap teks saling berkaitan secara sinkronis atau diakronis.
Ø  Intensionalitas: cara-cara atau usaha-usaha untuk menyampaikan maksud atau pesan pembicaraan melalui sikap bicara, intonasi, dan ekspresi wajah. Intensionalitas berkaitan dengan akseptabilitas (penerimaan informasi).
Ø  Informativitas: kuantitas dan kualitas informasi.
Ø  Situasionalitas: situasi tuturan.

      B. KO-TEKS
Ko-teks menurut (Cooks, 1994) adalah hubungan antar wacana yang merupakan lingkungan kebahasaan yang melingkupi suatu wacana. Dengan begitu makna ujaran ditentukan oleh teks sebelum dan sesudahnya. Ko-teks ini dapat berwujud ujaran, paragraf, atau wacana. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ko-teks adalah konteks yang bersifat fisik, yakni konteks lingkungan. Koteks suatu kata adalah kata-kata lain yang digunakan di dalam frasa atau kalimat yang sama. Koteks mempunyai pengaruh yang kuat dalam penafsiran makna.
Mey (1993) ko-teks sebagai sebuah kalimat (tunggal ataupun ganda) yang merupakan bagian dari teks yang (kurang lebih secara langsung) mengelilinginya.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa ko-teks  Adalah teks yang bersifat sejajar, koordinatif, dan memiliki hubungan dengan teks lainnya, teks satu memiliki hubungan dengan teks lainnya. Teks lain  tersebut bisa berada di depan (mendahului) atau di belakang (mengiringi).Keberadaan koteks dalam suatu struktur wacana menunjukkan bahwa teks tersebut memiliki struktur yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Gejala inilah yang menyebabkan suatu wacana menjadi utuh dan lengkap. Dengan demikian, koteks berfungsi sebagai alat bantu memahami dan menganalisis wacana. Koteks adalah teks yang berhubungan dengan sebuah teks yang lain. Koteks dapat pula berupa unsur teks dalam sebuah teks. Wujud koteks bermacam-macam, dapat berupa kalimat, atau paragraf. Koteks disebut juga sebagai konteks lingusitik.

C. KONTEKS
Konteks adalah sesuatu yang menyertai atau yang bersama teks mengemukakan  secara garis besar, konteks wacana dibedakan atas dua kategori, yakni konteks linguistik dan konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik adalah konteks yang berupa unsur-unsur bahasa. Konteks linguistik itu mencakup penyebutan kata depan, kata sifat, kata kerja, kata kerja bantu, dan proposisi positif. Konteks ekstralinguistik adalah konteks yang bukan berupa unsur-unsur bahasa. Konteks ekstralinguistik itu mencakup praanggapan, partisipan, topik atau kerangka topik, latar, saluran, dan kode. Partisipan adalah pelaku atau orang yang berpartisipasi dalam peristiwa komunikasi berbahasa. Partisipan mencakup penutur, mitra tutur. dan pendengar. Latar adalah tempat dan waktu serta peristiwa beradanya komunikasi. Saluran adalah ragam bahasa dan sarana yang digunakan dalam penggunaan wacana. Kode adalah bahasa atau dialek yang digunakan dalam wacana. Halliday dan Hasan (1992: 14) dalam menandai konteks bahasa / koteks itu sebagai konteks internal wacana (internal discourse context) sedangkan segala sesuatu yang melingkupi wacana, baik konteks situasi maupun konteks budaya sebagai konteks eksternal wacana(external discourse contex). Senada dengan uraian di atas, Saragih dalam Persfektif LFS (2006: 4), juga memaparkan bahwa konteks merupakan wahana terbentuknya teks. Tidak ada teks tanpa konteks. Konteks mengacu pada segala sesuatu yang mendampingi teks.
Menurut Kridalaksana konteks merupakan ciri-ciri alam di luar bahasa; lingkungan/ situasi tuturan berlangsung yang menumbuhkan makna pada ujaran; lingkungan nonlinguistik dari wacana. Menurut Moelyono dan Soenjono konteks wacana dibentuk oleh berbagai unsur, seperti situasi, pembicara, pendengar, waktu, tempat, adegan, topik, peristiwa, bentuk, amanat, dan kode.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konteks adalah segala sesuatu yang melingkupi teks. Teks dan konteks merupakan sesuatu yang selalu berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Makna yang terealisasi dalam teks merupakan hasil interaksi pemakai bahasa dengan konteksnya, sehingga konteks merupakan wacana terbentuknya teks.

Macam-Macam Konteks
Secara garis besar konteks dapat dipilih menjadi dua kategori , yakni konteks linguistik dan konteks ekstralinguistik.
1.Konteks linguistik
Konteks linguistik merupakan konteks wacana atau lingkungan wacana yang berupa unsur bahasa yang mencakup:
a.       Penyebutan depan.
Penyebutan depan adalah lingkungan linguistik yang berupa bagian wacana yang disebut terdahulu <perior-mention> sebelum bagian teks yang lain. Dari penyebutan itulah status sebuah acuan <suatu yang dimaksudkan> dapat terwujud dan dapat dikenali.
b.       Sifat kata kerja.
Kata kerja digolongkan menjadi dua macam yaitu generik dan tak generik. Kata kerja generik adalah kata kerja yang penggeraknya tidak dapat menjadi informasi lama , yakni informasi yang tidak dapat disebut kembali dengan pemerkah definisi ini dan itu. Sedangkan kata kerja tak generik yakni bendayang mengikutinya dapat diikuti objek dan objeknya dapat disebut kembali dengan pemerkah definisi ini dan itu.
c.       Kata kerja konteks.
Kata kerja konteks adalah kata kerja yang ditambahkan pada kata kerja utama. Ada kata bantu ...... <yang menunjukan sikap batin : harus,pasti,mungkin,ingin,suka,mau dan sebagainya> sedangkan kata kerja bantu aspek <yang menunjukan keberlangsungan kerja,sudah,akan,belum,baru dan sebagainya>.
d.       Proposisi positif.
Secara sederhana proposisi dapat diartikan sebagai pertanyaan secara teknis dapat diartikan sebagai konfigurasi makna yang terjadi dari hubungan antara unsur sabjek dan predikat serta unsur-unsur yang lain dalam klausa atau kalimat atau apa yang dikemukakan oleh penutur/penulis, atau tentang apa yang terungkap dalam sebuah teks wacana.
2.    Konteks ekstra linguistik
Macam-macam konteks ekstra linguistik
a.       Peranggapan
Peranggapan adalah ungkapan yang sudah ada yang menjadi syarat bagi benar salah satunya suatu kalimat . peranggapan itu merupakan (pengetahuan) landasan bersama (camman ground) bagi pengguna bahasa. Stalnaker (Brown dan yule 1983) menyatakan bahwa peranggapan adalah apa yang dimiliki untuk dijadikan landasan bersama partisipasi dalam komunikasi verbal.
b.       Partisipasi
Partisipasi adalah orang yang berpartisipasi dalam peristiwa itu. Semua pelaku yang partisipasi pada peristiwa itu disebut partisipan.
c.        Topik dan kerangka topik
Topik adalah pokok isi sebuah wacana. Topik dalam sebuah wacana dapat dikenali dengan pertanyaan, tentang apa yang di kemukakan oleh penutur/penulis, atau tentang apa yang terungkap dalam sebuah teks wacana. Topik merupakan pengikat satuan-satuan teks pembentuk wacana. Kalimat dalam teks juga harus berisi informasi yang relevan dengan topik.
Dengan menggunakan topik tertentu suatu interaksi dapat berjalan dengan lancar. Namun dalam kehidupan sehari-hari apa yang disebut dengan topik sangat kompleks sehingga para ahli wacana menamakannya dengan kerangka topik.
Kerangka topik adalah topik besar atau topik atasan yang meliputi sejumlah topik bawahan. Jadi, istilah topik dan kerangka topik diberlakukan manakala dalam teks terdapat topik atasan dan topik bawahan.
d.       Latar
Latar (seting) adalah konteks kewacanaan yang berupa tempat, waktu dan peristiwa. Konteks tersebut sangat berpengaruh dalam penggunaan satuan unsur wacana. Sebuah peristiwa berpengaruh dalam penggunaan tuturan dalam wacana.
Bagian yang ditanyakan juga bermacam-macam, bergantung pada perhatian penutur.
e.        Saluran komunikasi
Lisan dan tulis itu merupakan saluran bahasa. Disamping itu bahasa juga digunakan secara langsung (tanpa sarana/alat) atau juga secara tidak langsung(dengan sarana/alat) dalam bahasa tulis, unsur isi diuyngkapkan lebih lengkap daripada bahasa lisan.
f.        Kode
Istilah kode digunakan dalam model ini dengan pengertian bahasa atau dialek beserta ragam-ragamnya : ragam baku, ragam resmi, ragam akrab, ragam intim.

















Tidak ada komentar:

Posting Komentar