TEKS, KO-TEKS, DAN KONTEKS
A. TEKS
Banyak orang mempertukarkan istilah teks
lebih dekat pemaknaannya dengan
bahasa tulis, dan wacana pada bahasa lisan (DedeOetomo, 1993:4 ). Dalam
tradisi tulis, teks bersifat monolog noninteraksi, danwacana lisan bersifat dialog
interaksi. Dalam konteks ini, teks dapat disamakan dengan naskah,
yaitu semacam bahan tulisan yang berisi materi tertentu, seperti naskah materi
kuliah, pidato, atau lainnya. Teks adalah esensi wujud bahasa. Dengan kata
lain, teks direalisasi (diucapkan) dalam bentuk wacana. Mengenai hal ini Van Dyk
mengatakan bahwa teks lebih bersifat konseptual. Dari sinilah kemudian
berkembang pemahaman mengenai teks lisan dan teks tulis.
Sedangkan
teks adalah bahasa yang berfungsi, maksudnya adalah bahasa yang sedang
melaksanakan tugas tertentu (menyampaikan pesan atau informasi) dalam konteks
situasi, berlainan dengan kata-kata atau kalimat-kalimat lepas yang mungkin
dituliskan di papan tulis. Bentuknya bisa percakapan dan tulisan (bentuk-bentuk
yang kita gunakan untuk menyatakan apa saja yang kita pikirkan). Hal penting
mengenai sifat teks ialah bahwa meskipun teks itu bila kita tuliskan tampak
seakan-akan terdiri dari kata-kata dan kalimat, namun sesungguhnya terdiri dari
makna-makna. Memang makna-makna atau maksud yang ingin kita sampaikan kepada
orang lain haruslah dikodekan dalam tuturan lisan atau kalimat-kalimat supaya
dapat dikomunikasikan.
Teks
merupakan produk, dalam arti bahwa teks itu merupakan keluaran (output) ;
sesuatu yang dapat direkam atau dipelajari (berwujud). Teks juga merupakan
proses, dalam arti merupakan proses pemilihan makna yang terus-menerus,
maksudnya ketika kita menerima atau memberi informasi dalam bentuk teks (lisan
atau tulis) maka tentunya di dalam otak kita terjadi proses pemahaman
(pemilihan makna) terhadap informasi tersebut, jangan sampai terjadi
kesalahpahaman. Adapun kriteria teks sebagai berikut.
1.
Kohesi:
kesatuan makna
2.
Koherensi:
kepaduan kalimat (keterkaitan antarkalimat)
3.
Kriteria
yang bersifat eksternal teks:
Ø
Intertekstualitas:
setiap teks saling berkaitan secara sinkronis atau diakronis.
Ø
Intensionalitas:
cara-cara atau usaha-usaha untuk menyampaikan maksud atau pesan pembicaraan
melalui sikap bicara, intonasi, dan ekspresi wajah. Intensionalitas berkaitan
dengan akseptabilitas (penerimaan informasi).
Ø
Informativitas:
kuantitas dan kualitas informasi.
Ø
Situasionalitas:
situasi tuturan.
B. KO-TEKS
Ko-teks menurut (Cooks, 1994) adalah hubungan antar
wacana yang merupakan lingkungan kebahasaan yang melingkupi suatu wacana.
Dengan begitu makna ujaran ditentukan oleh teks sebelum dan sesudahnya. Ko-teks
ini dapat berwujud ujaran, paragraf, atau wacana. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa ko-teks adalah konteks yang bersifat fisik, yakni konteks
lingkungan. Koteks suatu kata adalah kata-kata lain yang digunakan di dalam
frasa atau kalimat yang sama. Koteks mempunyai pengaruh yang kuat dalam
penafsiran makna.
Mey (1993) ko-teks sebagai sebuah kalimat (tunggal
ataupun ganda) yang merupakan bagian dari teks yang (kurang lebih secara
langsung) mengelilinginya.
Dari
penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa ko-teks Adalah
teks yang bersifat sejajar, koordinatif, dan memiliki hubungan dengan teks
lainnya, teks satu memiliki hubungan dengan teks lainnya. Teks lain tersebut bisa berada di depan (mendahului)
atau di belakang (mengiringi).Keberadaan koteks dalam suatu struktur wacana
menunjukkan bahwa teks tersebut memiliki struktur yang saling berkaitan satu
dengan yang lain. Gejala inilah yang menyebabkan
suatu wacana menjadi utuh dan lengkap. Dengan demikian, koteks berfungsi
sebagai alat bantu memahami dan menganalisis wacana. Koteks adalah teks yang berhubungan
dengan sebuah teks yang lain. Koteks dapat pula berupa unsur teks dalam sebuah
teks. Wujud koteks bermacam-macam, dapat berupa kalimat, atau paragraf. Koteks
disebut juga sebagai konteks lingusitik.
C. KONTEKS
Konteks adalah sesuatu yang menyertai atau yang
bersama teks mengemukakan secara garis
besar, konteks wacana dibedakan atas dua kategori, yakni konteks linguistik dan
konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik adalah konteks yang berupa
unsur-unsur bahasa. Konteks linguistik itu mencakup penyebutan kata depan, kata
sifat, kata kerja, kata kerja bantu, dan proposisi positif. Konteks
ekstralinguistik adalah konteks yang bukan berupa unsur-unsur bahasa. Konteks
ekstralinguistik itu mencakup praanggapan, partisipan, topik atau kerangka topik,
latar, saluran, dan kode. Partisipan adalah pelaku atau orang yang
berpartisipasi dalam peristiwa komunikasi berbahasa. Partisipan mencakup
penutur, mitra tutur. dan pendengar. Latar adalah tempat dan waktu serta
peristiwa beradanya komunikasi. Saluran adalah ragam bahasa dan sarana yang
digunakan dalam penggunaan wacana. Kode adalah bahasa atau dialek yang
digunakan dalam wacana. Halliday dan Hasan (1992: 14) dalam menandai konteks bahasa / koteks itu sebagai konteks internal
wacana (internal discourse context) sedangkan segala sesuatu yang melingkupi
wacana, baik konteks situasi maupun konteks budaya sebagai konteks eksternal
wacana(external discourse contex). Senada dengan uraian di atas, Saragih dalam
Persfektif LFS (2006: 4), juga memaparkan bahwa konteks merupakan wahana
terbentuknya teks. Tidak ada teks tanpa konteks. Konteks mengacu pada segala
sesuatu yang mendampingi teks.
Menurut
Kridalaksana konteks merupakan ciri-ciri alam di luar bahasa; lingkungan/
situasi tuturan berlangsung yang menumbuhkan makna pada ujaran; lingkungan
nonlinguistik dari wacana. Menurut Moelyono dan Soenjono konteks wacana dibentuk oleh berbagai unsur, seperti situasi, pembicara,
pendengar, waktu, tempat, adegan, topik, peristiwa, bentuk, amanat, dan kode.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konteks adalah segala sesuatu
yang melingkupi teks. Teks dan konteks merupakan sesuatu yang selalu berkaitan
dan tidak dapat dipisahkan. Makna yang terealisasi dalam teks merupakan hasil
interaksi pemakai bahasa dengan konteksnya, sehingga konteks merupakan wacana terbentuknya teks.
Macam-Macam Konteks
Secara garis
besar konteks dapat dipilih menjadi dua kategori , yakni konteks linguistik dan
konteks ekstralinguistik.
1.Konteks
linguistik
Konteks
linguistik merupakan konteks wacana atau lingkungan wacana yang berupa unsur
bahasa yang mencakup:
a.
Penyebutan
depan.
Penyebutan
depan adalah lingkungan linguistik yang berupa bagian wacana yang disebut
terdahulu <perior-mention> sebelum bagian teks yang lain. Dari penyebutan
itulah status sebuah acuan <suatu yang dimaksudkan> dapat terwujud dan
dapat dikenali.
b.
Sifat kata
kerja.
Kata kerja
digolongkan menjadi dua macam yaitu generik dan tak generik. Kata kerja generik
adalah kata kerja yang penggeraknya tidak dapat menjadi informasi lama , yakni
informasi yang tidak dapat disebut kembali dengan pemerkah definisi ini dan
itu. Sedangkan kata kerja tak generik yakni bendayang mengikutinya dapat
diikuti objek dan objeknya dapat disebut kembali dengan pemerkah definisi ini
dan itu.
c.
Kata kerja
konteks.
Kata kerja
konteks adalah kata kerja yang ditambahkan pada kata kerja utama. Ada kata
bantu ...... <yang menunjukan sikap batin :
harus,pasti,mungkin,ingin,suka,mau dan sebagainya> sedangkan kata kerja bantu
aspek <yang menunjukan keberlangsungan kerja,sudah,akan,belum,baru dan
sebagainya>.
d.
Proposisi positif.
Secara
sederhana proposisi dapat diartikan sebagai pertanyaan secara teknis dapat
diartikan sebagai konfigurasi makna yang terjadi dari hubungan antara unsur
sabjek dan predikat serta unsur-unsur yang lain dalam klausa atau kalimat atau
apa yang dikemukakan oleh penutur/penulis, atau tentang apa yang terungkap
dalam sebuah teks wacana.
2. Konteks
ekstra linguistik
Macam-macam konteks ekstra linguistik
a.
Peranggapan
Peranggapan
adalah ungkapan yang sudah ada yang menjadi syarat bagi benar salah satunya
suatu kalimat . peranggapan itu merupakan (pengetahuan) landasan bersama
(camman ground) bagi pengguna bahasa. Stalnaker (Brown dan yule 1983) menyatakan
bahwa peranggapan adalah apa yang dimiliki untuk dijadikan landasan bersama
partisipasi dalam komunikasi verbal.
b.
Partisipasi
Partisipasi
adalah orang yang berpartisipasi dalam peristiwa itu. Semua pelaku yang
partisipasi pada peristiwa itu disebut partisipan.
c.
Topik dan
kerangka topik
Topik adalah
pokok isi sebuah wacana. Topik dalam sebuah wacana dapat dikenali dengan
pertanyaan, tentang apa yang di kemukakan oleh penutur/penulis, atau tentang
apa yang terungkap dalam sebuah teks wacana. Topik merupakan pengikat
satuan-satuan teks pembentuk wacana. Kalimat dalam teks juga harus berisi
informasi yang relevan dengan topik.
Dengan
menggunakan topik tertentu suatu interaksi dapat berjalan dengan lancar. Namun
dalam kehidupan sehari-hari apa yang disebut dengan topik sangat kompleks
sehingga para ahli wacana menamakannya dengan kerangka topik.
Kerangka
topik adalah topik besar atau topik atasan yang meliputi sejumlah topik
bawahan. Jadi, istilah topik dan kerangka topik diberlakukan manakala dalam teks
terdapat topik atasan dan topik bawahan.
d.
Latar
Latar
(seting) adalah konteks kewacanaan yang berupa tempat, waktu dan peristiwa.
Konteks tersebut sangat berpengaruh dalam penggunaan satuan unsur wacana.
Sebuah peristiwa berpengaruh dalam penggunaan tuturan dalam wacana.
Bagian yang
ditanyakan juga bermacam-macam, bergantung pada perhatian penutur.
e.
Saluran
komunikasi
Lisan dan
tulis itu merupakan saluran bahasa. Disamping itu bahasa juga digunakan secara
langsung (tanpa sarana/alat) atau juga secara tidak langsung(dengan
sarana/alat) dalam bahasa tulis, unsur isi diuyngkapkan lebih lengkap daripada
bahasa lisan.
f.
Kode
Istilah kode
digunakan dalam model ini dengan pengertian bahasa atau dialek beserta
ragam-ragamnya : ragam baku, ragam resmi, ragam akrab, ragam intim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar