Kamis, 11 Juni 2015

KONTEKS WACANA


KONTEKS WACANA

A.    PRAANGGAPAN (Presupposisi)
·      Pengertian Praanggapan :
Praanggapan (presuposisi) berasal dari kata to pre-suppose, yang dalam bahasa Inggris berarti to suppose beforehand (menduga sebelumnya), dalam arti sebelum pembicara atau penulis mengujarkan sesuatu ia sudah memiliki dugaan sebelumnya tentang kawan bicara atau hal yang dibicarakan.
Menurut George Yule (1996:43) Presupposisi adalah sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum menghasilkan suatu tuturan, yang memiliki presupposisi adalah penutur, bukan kalimat.
Menurut  Filmore (1981), dalam setiap percakapan selalu digunakan tingkatan-tingkatan komunikasi yang implisit atau praaggapan dan eksplisit dan ilokusi. Sebagai contoh, ujaran dapat dinilai tidak tidak relevan atau salah bukan hanya dilihat dari segi cara pengungkapan pistiwa yang salah pendeskripsiannya, tetapi juga pada cara membuat peranggapan yang salah.
Dari beberapa definisi praanggapan di atas dapat disimpulkan bahwa praanggapan adalah kesimpulan atau asumsi awal penutur sebelum melakukan tuturan bahwa apa yang akan disampaikan juga dipahami oleh mitra tutur. Untuk memperjelas hal ini, perhatikan contoh berikut :
(1) a:“Aku sudah membeli bukunya Pak Udin kemarin”
 b : “Dapat potongan 30 persen kan?
                        Contoh percakapan di atas menunjukkan bahwa sebelum bertutur (1A) memiliki praanggapan bahwa B mengetahui maksudnya yaitu terdapat sebuah buku yang ditulis oleh Pak Pranowo.
                        Ciri Praanggapan
Ciri praanggapan yang mendasar adalah sifat keajegan di bawah penyangkalan (Yule,   2006:45). Hal ini memiliki maksud bahwa praanggapan (presuposisi) suatu pernyataan akan tetap ajeg (tetap benar) walaupun kalimat itu dijadikan kalimat negatif atau dinegasikan. Sebagai contoh perhatikan beberapa kalimat berikut :
(1)   a:  “Gitar Budi itu baru”.
b:  “Gitar Budi tidak baru”.
Kalimat (b) merupakan bentuk negatif dari kaliamt (4a). Praanggapan dalam kalimat (4a) adalah Budi mempunyai gitar. Dalam kalimat (b), ternyata praanggapan itu tidak berubah meski kalimat (b) mengandung penyangkalan tehadap kalimat (4a), yaitu memiliki praanggapan yang sama bahwa Budi mempunyai gitar.
·      Jenis – Jenis Praanggapan
Praanggapan (presuposisi) sudah diasosiasikan dengan pemakaian sejumlah besar kata, frasa, dan struktur (Yule, 2006:46). Selanjutnya Gorge Yule mengklasifikasikan praanggapan ke dalam 6 jenis praanggapan,  yaitu presuposisi eksistensial, presuposisi faktif, presuposisi non-faktif, presuposisi leksikal, presuposisi struktural, dan presuposisi konterfaktual.
1.    Presuposisi Esistensial
Presuposisi (praanggapan) eksistensial adalah preaanggapan yang menunjukkan eksistensi/ keberadaan/ jati diri referen yang diungkapkan dengan kata yang definit.
(1) a. Orang itu berjalan
      b. Ada orang berjalan
 2.   Presuposisi Faktif
Presuposisi (praanggapan) faktif adalah praanggapan di mana informasi yang dipraanggapkan mengikuti kata kerja dapat dianggap sebagai suatu kenyataan.
(1) a. Dia tidak menyadari bahwa ia sakit
      b. Dia sakit
(2) a. Kami menyesal mengatakan kepadanya
      b. Kami mengatakan kepadanya
3.    Presuposisi Leksikal
Presuposisi (praanggapan) leksikal dipahami sebagai bentuk praanggapan di mana makna yang dinyatakan secara konvensional ditafsirkan dengan praanggapan bahwa suatu makna lain (yang tidak dinyatakan) dipahami.
(1) a. Dia berhenti merokok
      b. Dulu dia biasa merokok
(2)a. Mereka mulai mengeluh
       b. Sebelumnya mereka tidak mengeluh
4.    Presuposisi Non-faktif
Presuposisi (praanggapan) non-faktif adalah suatu praanggapan yang diasumsikan tidak benar.
(1) a. Saya membayangkan bahwa saya kaya
        b. Saya tidak kaya
(2) a. Saya membayangkan berada di Hawai
        b. Saya tidak berada di Hawai
5.    Presuposisi Struktural
Presuposisi (praanggapan) struktural mengacu pada sturktur kalimat-kalimat tertentu telah dianalisis sebagai praanggapan secara tetap dan konvensional bahwa bagian struktur itu sudah diasumsikan kebenarannya. Hal ini tampak dalam kalimat tanya, secara konvensional diinterpretasikan dengan kata tanya (kapan dan di mana) seudah diketahui sebagai masalah.
(1) a. Di mana Anda membeli sepeda itu?
      b. Anda membeli sepeda
(2) a. Kapan dia pergi?
      b. Dia pergi
6.    Presuposisi konterfaktual
Presuposisi (praanggapan) konterfaktual berarti bahwa yang di praanggapkan tidak hanya tidak benar, tetapi juga merupakan kebalikan (lawan) dari benar atau bertolak belakang dengan kenyataan.
(1) a. Seandainya
B.     IMPLIKATUR
Implikatur berasal dari bahasa latin implicare yang berarti "melipat". hal ini dijelaskan oleh Mey melalui Nadar (2009:60) bahwa untuk mengetahui apa yang dilipat harus dengan cara membukanya. dengna kata lain, implikatur dapat dikatakan sebagai sesuatu yang terlipat.
Implikatur secara sederhana dapat diartikan sebagai makna tambahan yang disampaikan oleh penutur yang terkadang tidak terdapat dalam tuturan itu sendiri. Sebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposisi yang bukan merupakan bagian dari tuturan tersebut. Proposisi yang diimplikasikan tersebut oleh Grice disebut sebagai implikatur percakapan. Secara garis besar terdapat dua jenis implikatur. Yang pertama adalah implikatur konvensional. Implikatur ini lebih menjelaskan pada apa yang yang diutarakan. Sedangkan yang kedua telah disebut pada paragraf sebelumnya yaitu implikatur percakapan. Implikatur percakapan lebih menekankan maksud lain dari apa yang dituturkan.
Menurut George Yule (1996:62) implikatur adalah contoh utama dari banyaknya informasi yang disampaikan dari pada dikatakan. Supaya implikatur – implikatur tersebut dapat ditafsirkan maka beberapa prinsip kerja sama dasar harus lebih dini diasumsikan dalam pelaksanaannya.
Konsep implikatur kali pertama dikenalkan oleh H.P.Grice (1975) untuk memecahkan persoalan makna bahasa yang tidak dapat diselesaikan oleh teori semantik biasa. Implikatur dipakai untuk memperhitungkan apa yang disarankan atau apa yang dimaksud oleh penutur sebagai hal yang berbeda dari apa yang dinyatakan secara harfiah (Brown dan Yule, 1983:31).
C.    INFERENSI
Inferensi adalah membuat simpulan berdasarkan ungkapan dan konteks penggunaannya. Dalam membuat inferensi perlu dipertimbangkan implikatur. Implikatur adalah makna tidak langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan oleh apa yang terkatakan (eksplikatur).
Menurut Gumperz (1982) Inferensi yaitu penarikan kesimpulan sebagai proses interpretasi yang ditentukan oleh situasi dan konteks percakapan. dengan demikian pendengar menduga kemauan penutur, dan dengan itu pula pendengar meresponsnya. Dengan begitu inferensi percakapan tidak hanya ditentukan oleh kata-kata pendukung ujaran itu saja, melainkan juga didukung oleh konteks dan situasi. Sebuah gagasan yang terdapat dalam otak penutur direlisasikan dalam bentuk kalimat-kalimat. Jika penutur tidak pandai dalam menyusun kalimat maka akan terjadi kesalahpahaman. 

D.    DIEKSIS
Dalam penggunaannya, kata yang bersifat deiktis adalah kata yang referen atau acuannya dapat berpindah-pindah. Kefleksibelan kata-kata atau leksem-leksem deiktis acapkali berpengaruh pada makna kata dan maksud penutur. Hal ini merupakan fenomena-fenomena tindak tutur yang bukan pada tempatnya kata-kata itu digunakan.
Menurut George Yule (1996:13) dieksis adalah istilah teknis (dari bahasa Yunani) untuk salah satu hal mendasar yang kita lakukan dengan tuturan. Dieksis berarti “penunjukan” melalui bahasa. Bentuk linguistik yang dipakai untuk menyelesaikan “penunjukan” disebut ungkapan dieksis. Ketika anda menunjuk objek asing dan bertanya “Apa itu?”, maka anda menggunakan ungkapan dieksis (“itu”) untuk menunjuk suatu dalam konteks secara tiba – tiba. Ungkapan – umgkapan dieksis kadang kala juga disebut dengan indeksi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar