Kamis, 11 Juni 2015

ANALISIS WACANA BERDASARAKAN TEORI NORMAN FAIRCLOUGH


ANALISIS WACANA BERDASARAKAN TEORI NORMAN FAIRCLOUGH

A.    Definisi Wacana dan Analisis Wacana
Wacana merupakan satuan bahasa berdasarkan kata yang digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial. Satuan bahasa itu merupakan deretan kata atau ujaran. Wacana dapat berbentuk lisan atau tulis dan dapat bersifat transaksional atau interaksional. Dalam peristiwa komunikasi secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses komunikasi antara penyapa dan pesapa, sedangkan dalam komunikasi secara tulis, wacana dapat dlihat sebagai hasil dari pengungkapan idea/gagasan penyapa. Disiplin ilmu yang mempelajari wacana disebut dengan analisis wacana. Analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan.
Ada tiga pandangan mengenai bahasa dalam bahasa. Pandangan pertama diwakili kaumpositivisme-empiris. Menurut mereka, analisis wacana menggambarkan tata aturan kalimat, bahasa, dan pengertian bersama. Wacana diukur dengan pertimbangan kebenaran atau ketidakbenaran menurut sintaksis dan semantik (titik perhatian didasarkan pada benar tidaknya bahasa secara gramatikal) — Analisis Isi (kuantitatif). 
Pandangan kedua disebut sebagai konstruktivisme. Pandangan ini menempatkan analisis wacana sebagai suatu analisis untuk membongkar maksud-maksud dan makna-makna tertentu. Wacana adalah suatu upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari sang subyek yang mengemukakan suatu pertanyaan. Pengungkapan dilakukan dengan menempatkan diri pada posisi sang pembicara dengan penafsiran mengikuti struktur makna dari sang pembicara. –Analisis Framing (bingkai).
Pandangan ketiga disebut sebagai pandangan kritis. Analisis wacana dalam paradigma inimenekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Bahasa tidak dipahami sebagai medium netral yang terletak di luar diri si pembicara. Bahasa dipahami sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subyek tertentu, tema-tema wacana tertentu, maupun strategi-strategi di dalamnya. Oleh karena itu analisis wacana dipakai untuk membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses bahasa; batasan-batasan apa yang diperkenankan menjadi wacana, perspektif yang mesti dipakai, topik apa yang dibicarakan. Wacana melihat bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan. Karena memakai perspektif kritis, analisis wacana kategori ini disebut juga dengan analisis wacana kritis (critical discourse analysis). Ini untuk membedakan dengan analisis wacana dalam kategori pertama dan kedua (discourse analysis).
Mengenai paradigma kritis, Stephen W. Littlejohn, seperti dikutip Alex Sobur, menjelaskan: “Perkembangan teori komunikasi massa yang didasarkan pada tradisi kritis Eropa (Marxis) cenderung memandang media sebagai alat ideologi kelas dominan. Tradisi Eropa berusaha mematahkan dominasi model komunikasi Amerika yang notabene adalah penganut aliran Laswellian ataupun stimulus-respon, teori yang berasumsi khalayak adalah konsumer pasif media massa.
Dengan kata lain, fenomena komunikasi massa bukanlah sekedar sebuah proses yang linear atau sebatas transmisi (pengiriman) pesan kepada khalayak massa, tetapi dalam proses tersebut komunikasi dilihat sebagai produksi dan pertukaran pesan (atau teks) berinteraksi dengan masyarakat yang bertujuan memproduksi makna tertentu.” Salah satu tokoh pendirianalisis wacana kritis adalah Norman Fairclough.Sebagai ilmuwan eropa, hasil pemikiranNorman Fairclough tentang analisis wacana kritis dipengaruhi oleh sejumlah pemikir Eropa. Ada tiga wilayah keilmuan yang cukup berpengaruh pada hasil-hasil pemikiran Norman Fairclough. Perama, di bidang bahasa, pemikiran norman fairclough dipengaruhi oleh Mikhail Bakhtin dan Michael Halliday. Kedua, dipengaruhi oleh pemikir sosioligi diantaranya Pierre Bourdieu dan Michel Foucault. Ketiga, Norman Fairclough cukup dipengaruhi oleh teori-teori tentang ideologi, yakni hasil pemikiran Antonio Gramsci dan Louis Althusser. Khusus Louis Althusser dan Antonio Gramsci, pemikiran keduanya memiliki akar teoritis cukup kuat pada pemikiran Karl Marx.  Oleh karena itu, analisis wacana kritis milik Norman Fairclough,Menganggap bahwa teks di dalam media bukanlah sebuah entitas netral dan terlepas dari kepentingan. Untuk mengetahui kepentingan yang ada di balik media diperlukan analisis mendalam terhadap teks di dalam media, proses produksi teks dan latar belakang sosial-budaya-politik melalui analisis wacana kritis.  Bahwasanya dalam analisis wacana seorang peneliti atau penulis melihat teks sebagai hal yang memiliki konteks baik berdasarkan “process of production” atau “text production”, “process of interpretation” atau “text consumption” maupun berdasarkan praktik sosio-kultural. Dengan demikian, untuk memahami wacana (naskah/teks) kita tak dapat melepaskan dari konteksnya. Untuk menemukan ”realitas” di balik teks kita memerlukan penelusuran atas konteks produksi teks, konsumsi teks, dan aspek sosial budaya yang mempengaruhi pembuatan teks.

B.     Klasifikasi Sebuah Makna Norman fairclough
Dikarenakan dalam sebuah teks tidak lepas akan kepentingan yang yang bersifat subyektif. Didalam sebuah teks juga dibutuhkan penekanannya pada makna (Meaning) (lebih jauh dari interpretasi dengan kemampuan integrative, yaitu inderawi, daya pikir dan akal budi). Artinya: Setelah kita mendapat sebuah teks yang telah ada dan kita juga telah mendapat sebuah gambaran tentang teori yang akan dipakai untuk membedah masalah, maka langkah selanjutnya adalah kita memadukan kedua hal tersebut menjadi kesatuan yaitu dengan adanya teks tersebut kita memakai sebuah teori untuk membedahnya. Kemudian Norman fairclough mengklasifikasikan sebuah makna dalam analisis wacana sebagai berikut:
Translation (mengemukakan subtansi yang sama dengan media). Artinya: . Pada dasarnya teks media massa bukan realitas yang bebas nilai. Pada titik kesadaran pokok manusia, teks selalu memuat kepentingan. Teks pada prinsipnya telah diambil sebagai realitas yang memihak. Tentu saja teks dimanfaatkan untuk memenangkan pertarungan idea, kepentingan atau ideologi tertentu kelas tertentu. Sedangkan sebagai seorang peneliti memulainya dengan membuat sampel yang sistematis dari isi media dalam berbagai kategori berdasarkan tujuan penelitian.
Interpretation (berpegang pada materi yang ada, dicari latarbelakang, konteks agar dapat dikemukakan konsep yang lebih jelas). Artinya: Kita konsentrasi pada satu pokok permasalahan supaya dalam menafsirkan sebuah teks tersebut kita bisa mendapat latar belakang dari masalah tersebut sehingga kemudian kita bisa menentukan sebuah konsep rumusan masalah untuk membedah masalah tersebut.Ekstrapolasi (menekankan pada daya pikir untuk menangkap hal dibalik yang tersajikan). Artinya: kita harus memakai sebuah teori untuk bisa menganalisis masalah tersebut, karena degnan teori tersebut kita bisa dengan mudah menentukan isi dari teks yang ada.
Meaning (lebih jauh dari interpretasi dengan kemampuan integrative, yaitu inderawi, daya pikir dan akal budi). Artinya: Setelah kita mendapat sebuah teks yang telah ada dan kita juga telah mendapat sebuah gambaran tentang teori yang akan dipakai untuk membedah masalah, maka kita langkah selanjutnya adalah kita memadukann kedua hal tersebut menjadi kesatuan yaitu dengan adanya teks tersebut kita memakai sebuah teori untuk membedahnya.
Dalam analisis wacana, Norman Fairclough juga memberikan tingkatan, sebagai berikut:
1)      Analisis Mikrostruktur (Proses Produksi)  :
Menganalisis teks dengan cermat dan fokus supaya dapat memperoleh data yang dapat menggambarkan representasi teks. Dan juga secara detail aspek yang dikejar dalam tingkat analisis ini adalah garis besar atau isi teks, lokasi, sikap dan tindakan tokoh tersebut dan seterusnya.
2)      Analisis Mesostruktur (Proses interpretasi):
Terfokus pada dua aspek yaitu produksi teks dan konsumsi teks.
3)      Analisis Makrostruktur (Proses wacana):
Terfokuspada fenomena dimana teks dibuat. Dengan demikian, menurut Norman Fairclough untuk memahami wacana (naskah/teks) kita tidak dapat melepaskan dari konteksnya. Untuk menemukan ”realitas” di balik teks kita memerlukan penelusuran atas konteks produksi teks, konsumsi teks, dan aspek sosial budaya yang mempengaruhi pembuatan teks. 
Posisi metodologis analisis wacana kritis Norman Fairclough. Sebagai sebauh hasil pemikiran yang bisa dikategorikan sebagai hasil pemikiran kontemporer di bidang komunikasi, analisis wacana kritis milik Norman Fairclough cukup gencar manyatakan bahwa teks/naskah di media selalu tidak lepas dari konteks sosial. Dengan mengetahui pertautan dan bahkan pertarungan kepentingan dibalik teks/naskah di media akan mematahkan sebuah anggapan yang menyatakan bahwa teks/naskah di media merupakan produk yang netral-obyektif. 
Dengan demikian, secara tegas analisis wacana kritis masuk dalam kategori teori yang menggunakan perspektif subyektif. Analisis wacana kritis juga masuk dalam kategori teori yang menggunakan pendekatan kualitatif-naturalistik. Hal tersebut tercermin dari usaha analisis wacana kritis untuk mengungkapkan kenyataan di balik teks/naskah di media dengan keterkaitannya dengan konteks produksi teks, konsumsi teks dan aspek sosial-budaya-politik yang mempengaruhi pembuatan teks. Berbeda dengan teori komunikasi lain semisal teori Shannon dan Weaver yang terkenal dengan bukunya yang berjudul Mathematical Theory of Communication tahun 1949. Dalam teori Shannon dan Weaver tersebut, untuk menganalisa proses komunikasi, maka bisa diteliti menggunakan rumus matematika. Teori Shannon dan Weaver tersebut masuk dalam kategori Obyektif-Positvistik, sedangkan analisis wacana kritis masuk dalam teori yang menggunakan pendekatan Subyektif-Kualitatif dan tentu saja Naturalistik.
Selain masuk dalam teori yang menggunakan pendekatan kualitatif-naturalistik, analisis wacana kritis juga masuk dalam kategori non-linier. Berbeda dengan teori Laswell yang menjelaskan proses komunikasi sebagai proses yang linier antara siapa, mengatakan apa, melalui media apa, kepada siapa dan memiliki pengaruh apa. Analisis wacana kritis mencoba mengurai proses komunikasi melalui media massa dengan cara yang tidak linier seperti teori Laswell. Sebagai sebuah hasil pemikiran yang mencoba untuk memberikan pencerahan bagi khalayak, analisis wacana kritis mendahulukan ‘kecurigaan’ pada awal analisisnya. Teks media, media, para pekerja media dianggap sebagai sebuah entitas yang memiliki keterkaitan ideologis tertentu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar