ANALISIS
WACANA BERDASARAKAN TEORI NORMAN FAIRCLOUGH
A.
Definisi
Wacana dan Analisis Wacana
Wacana merupakan satuan
bahasa berdasarkan kata yang digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks
sosial. Satuan bahasa itu merupakan deretan kata atau ujaran. Wacana dapat
berbentuk lisan atau tulis dan dapat bersifat transaksional atau interaksional.
Dalam peristiwa komunikasi secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai
proses komunikasi antara penyapa dan pesapa, sedangkan dalam komunikasi secara
tulis, wacana dapat dlihat sebagai hasil dari pengungkapan idea/gagasan
penyapa. Disiplin ilmu yang mempelajari wacana disebut dengan analisis wacana.
Analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa
yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan.
Ada tiga pandangan
mengenai bahasa dalam bahasa. Pandangan pertama diwakili
kaumpositivisme-empiris. Menurut mereka, analisis wacana menggambarkan tata
aturan kalimat, bahasa, dan pengertian bersama. Wacana diukur dengan
pertimbangan kebenaran atau ketidakbenaran menurut sintaksis dan semantik
(titik perhatian didasarkan pada benar tidaknya bahasa secara gramatikal) —
Analisis Isi (kuantitatif).
Pandangan kedua disebut
sebagai konstruktivisme. Pandangan ini menempatkan analisis wacana sebagai
suatu analisis untuk membongkar maksud-maksud dan makna-makna tertentu. Wacana
adalah suatu upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari sang subyek yang
mengemukakan suatu pertanyaan. Pengungkapan dilakukan dengan menempatkan diri
pada posisi sang pembicara dengan penafsiran mengikuti struktur makna dari sang
pembicara. –Analisis Framing (bingkai).
Pandangan ketiga
disebut sebagai pandangan kritis. Analisis wacana dalam paradigma inimenekankan
pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna.
Bahasa tidak dipahami sebagai medium netral yang terletak di luar diri si
pembicara. Bahasa dipahami sebagai representasi yang berperan dalam membentuk
subyek tertentu, tema-tema wacana tertentu, maupun strategi-strategi di
dalamnya. Oleh karena itu analisis wacana dipakai untuk membongkar kuasa yang
ada dalam setiap proses bahasa; batasan-batasan apa yang diperkenankan menjadi
wacana, perspektif yang mesti dipakai, topik apa yang dibicarakan. Wacana
melihat bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan. Karena memakai
perspektif kritis, analisis wacana kategori ini disebut juga dengan analisis
wacana kritis (critical discourse analysis). Ini untuk membedakan dengan
analisis wacana dalam kategori pertama dan kedua (discourse analysis).
Mengenai paradigma
kritis, Stephen W. Littlejohn, seperti dikutip Alex Sobur, menjelaskan:
“Perkembangan teori komunikasi massa yang didasarkan pada tradisi kritis Eropa
(Marxis) cenderung memandang media sebagai alat ideologi kelas dominan. Tradisi
Eropa berusaha mematahkan dominasi model komunikasi Amerika yang notabene
adalah penganut aliran Laswellian ataupun stimulus-respon, teori yang berasumsi
khalayak adalah konsumer pasif media massa.
Dengan kata lain,
fenomena komunikasi massa bukanlah sekedar sebuah proses yang linear atau
sebatas transmisi (pengiriman) pesan kepada khalayak massa, tetapi dalam proses
tersebut komunikasi dilihat sebagai produksi dan pertukaran pesan (atau teks)
berinteraksi dengan masyarakat yang bertujuan memproduksi makna tertentu.”
Salah satu tokoh pendirianalisis wacana kritis adalah Norman Fairclough.Sebagai
ilmuwan eropa, hasil pemikiranNorman Fairclough tentang analisis wacana kritis
dipengaruhi oleh sejumlah pemikir Eropa. Ada tiga wilayah keilmuan yang cukup
berpengaruh pada hasil-hasil pemikiran Norman Fairclough. Perama, di bidang
bahasa, pemikiran norman fairclough dipengaruhi oleh Mikhail Bakhtin dan
Michael Halliday. Kedua, dipengaruhi oleh pemikir sosioligi diantaranya Pierre
Bourdieu dan Michel Foucault. Ketiga, Norman Fairclough cukup dipengaruhi oleh
teori-teori tentang ideologi, yakni hasil pemikiran Antonio Gramsci dan Louis
Althusser. Khusus Louis Althusser dan Antonio Gramsci, pemikiran keduanya
memiliki akar teoritis cukup kuat pada pemikiran Karl Marx. Oleh karena
itu, analisis wacana kritis milik Norman Fairclough,Menganggap bahwa teks di
dalam media bukanlah sebuah entitas netral dan terlepas dari kepentingan. Untuk
mengetahui kepentingan yang ada di balik media diperlukan analisis mendalam
terhadap teks di dalam media, proses produksi teks dan latar belakang
sosial-budaya-politik melalui analisis wacana kritis. Bahwasanya dalam
analisis wacana seorang peneliti atau penulis melihat teks sebagai hal yang
memiliki konteks baik berdasarkan “process of production” atau “text production”,
“process of interpretation” atau “text consumption” maupun berdasarkan praktik
sosio-kultural. Dengan demikian, untuk memahami wacana (naskah/teks) kita tak
dapat melepaskan dari konteksnya. Untuk menemukan ”realitas” di balik teks kita
memerlukan penelusuran atas konteks produksi teks, konsumsi teks, dan aspek
sosial budaya yang mempengaruhi pembuatan teks.
B.
Klasifikasi Sebuah Makna Norman
fairclough
Dikarenakan dalam
sebuah teks tidak lepas akan kepentingan yang yang bersifat subyektif. Didalam
sebuah teks juga dibutuhkan penekanannya pada makna (Meaning) (lebih jauh dari
interpretasi dengan kemampuan integrative, yaitu inderawi, daya pikir dan akal
budi). Artinya: Setelah kita mendapat sebuah teks yang telah ada dan kita juga
telah mendapat sebuah gambaran tentang teori yang akan dipakai untuk membedah
masalah, maka langkah selanjutnya adalah kita memadukan kedua hal tersebut
menjadi kesatuan yaitu dengan adanya teks tersebut kita memakai sebuah teori
untuk membedahnya. Kemudian Norman fairclough mengklasifikasikan sebuah makna
dalam analisis wacana sebagai berikut:
Translation
(mengemukakan subtansi yang sama dengan media). Artinya: . Pada dasarnya teks
media massa bukan realitas yang bebas nilai. Pada titik kesadaran pokok
manusia, teks selalu memuat kepentingan. Teks pada prinsipnya telah
diambil sebagai realitas yang memihak. Tentu saja teks dimanfaatkan untuk
memenangkan pertarungan idea, kepentingan atau ideologi tertentu kelas
tertentu. Sedangkan sebagai seorang peneliti memulainya dengan membuat sampel
yang sistematis dari isi media dalam berbagai kategori berdasarkan tujuan
penelitian.
Interpretation
(berpegang pada materi yang ada, dicari latarbelakang, konteks agar dapat
dikemukakan konsep yang lebih jelas). Artinya: Kita konsentrasi pada satu pokok
permasalahan supaya dalam menafsirkan sebuah teks tersebut kita bisa mendapat
latar belakang dari masalah tersebut sehingga kemudian kita bisa menentukan
sebuah konsep rumusan masalah untuk membedah masalah tersebut.Ekstrapolasi
(menekankan pada daya pikir untuk menangkap hal dibalik yang tersajikan).
Artinya: kita harus memakai sebuah teori untuk bisa menganalisis masalah
tersebut, karena degnan teori tersebut kita bisa dengan mudah menentukan isi
dari teks yang ada.
Meaning (lebih jauh
dari interpretasi dengan kemampuan integrative, yaitu inderawi, daya pikir dan
akal budi). Artinya: Setelah kita mendapat sebuah teks yang telah ada dan kita
juga telah mendapat sebuah gambaran tentang teori yang akan dipakai untuk
membedah masalah, maka kita langkah selanjutnya adalah kita memadukann kedua
hal tersebut menjadi kesatuan yaitu dengan adanya teks tersebut kita memakai
sebuah teori untuk membedahnya.
Dalam analisis wacana,
Norman Fairclough juga memberikan tingkatan, sebagai berikut:
1)
Analisis Mikrostruktur
(Proses Produksi) :
Menganalisis teks dengan cermat dan fokus supaya dapat
memperoleh data yang dapat menggambarkan representasi teks. Dan juga secara
detail aspek yang dikejar dalam tingkat analisis ini adalah garis besar atau
isi teks, lokasi, sikap dan tindakan tokoh tersebut dan seterusnya.
2)
Analisis Mesostruktur
(Proses interpretasi):
Terfokus pada dua aspek yaitu produksi teks dan konsumsi teks.
3)
Analisis Makrostruktur
(Proses wacana):
Terfokuspada fenomena dimana teks dibuat. Dengan demikian,
menurut Norman Fairclough untuk memahami wacana (naskah/teks) kita tidak dapat
melepaskan dari konteksnya. Untuk menemukan ”realitas” di balik teks kita
memerlukan penelusuran atas konteks produksi teks, konsumsi teks, dan aspek
sosial budaya yang mempengaruhi pembuatan teks.
Posisi metodologis
analisis wacana kritis Norman Fairclough. Sebagai sebauh hasil pemikiran yang
bisa dikategorikan sebagai hasil pemikiran kontemporer di bidang komunikasi,
analisis wacana kritis milik Norman Fairclough cukup gencar manyatakan bahwa
teks/naskah di media selalu tidak lepas dari konteks sosial. Dengan mengetahui
pertautan dan bahkan pertarungan kepentingan dibalik teks/naskah di media akan
mematahkan sebuah anggapan yang menyatakan bahwa teks/naskah di media merupakan
produk yang netral-obyektif.
Dengan demikian,
secara tegas analisis wacana kritis masuk dalam kategori teori yang menggunakan
perspektif subyektif. Analisis wacana kritis juga masuk dalam kategori
teori yang menggunakan pendekatan kualitatif-naturalistik. Hal tersebut
tercermin dari usaha analisis wacana kritis untuk mengungkapkan kenyataan di
balik teks/naskah di media dengan keterkaitannya dengan konteks produksi teks,
konsumsi teks dan aspek sosial-budaya-politik yang mempengaruhi pembuatan teks.
Berbeda dengan teori komunikasi lain semisal teori Shannon dan Weaver yang
terkenal dengan bukunya yang berjudul Mathematical Theory of Communication
tahun 1949. Dalam teori Shannon dan Weaver tersebut, untuk menganalisa proses
komunikasi, maka bisa diteliti menggunakan rumus matematika. Teori Shannon dan
Weaver tersebut masuk dalam kategori Obyektif-Positvistik, sedangkan analisis
wacana kritis masuk dalam teori yang menggunakan pendekatan Subyektif-Kualitatif
dan tentu saja Naturalistik.
Selain masuk dalam
teori yang menggunakan pendekatan kualitatif-naturalistik, analisis wacana
kritis juga masuk dalam kategori non-linier. Berbeda dengan teori Laswell yang
menjelaskan proses komunikasi sebagai proses yang linier antara siapa,
mengatakan apa, melalui media apa, kepada siapa dan memiliki pengaruh apa.
Analisis wacana kritis mencoba mengurai proses komunikasi melalui media massa
dengan cara yang tidak linier seperti teori Laswell. Sebagai sebuah hasil
pemikiran yang mencoba untuk memberikan pencerahan bagi khalayak, analisis
wacana kritis mendahulukan ‘kecurigaan’ pada awal analisisnya. Teks media,
media, para pekerja media dianggap sebagai sebuah entitas yang memiliki keterkaitan
ideologis tertentu.